Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Trik-trik hitung dalam bentuk vidio

1. Hitung integral - luas daerah yang dibatasi kurva



2. Mencari FPB dan KPK


3. Perkalian cepat - untuk bilangan tertentu


4. Perkalian 3 digit


5. Menghitung deret angka

6.Berhitung cepat rumus matematika deret



Rabu, 10 Oktober 2012

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.    PENDAHULUAN
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini pada dasarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran.
Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apabila seseorang guru menjadi dominator kegiatan pembelajaran di kelas, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsive terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas.
Sejalan dengan pernyataan di atas, saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan konstruktivis. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggungjawab dan berperan aktif dalam melakukan Pembaharuan pendidikan serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui  penelitian tindakan dalam pengelolaan pembelajaran di kelasnya.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas atau classroom actuion research merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu pendidikan. Ketiga alasan tersebut adalah:
  1. Guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan tersebut,
  2. Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian.
  3. Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu lama.
B. PENELITIAN TINDAKAN KELAS 
1. Sejarah Lahirnya PTK
Konsep penelitian guru mula-mula dikemukakan oleh Lawrence Stenhouse di United Kingdom (UK), yang mengaitkan antara Penelitian tindakan (action research) dan konsepnya tentang guru sebagai peneliti. Kemudian John Elliott mempopulerkan Penelitian Tindakan sebagai metode guru mengadakan penelitian di kelas mereka melalui Ford Teaching Project dan selanjutnya mendirikan Jaringan PTK (Classroom Action Research Network).
Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep Penelitian Tindakan ini diterapkan pada bidang pendidikan (Kemmis,1983). Berpusat pada Deakin University di Australia, Kemmis dan kolegannya telah menghasilkan suatu seri publikasi dan materi pelajaran tentang Penelitian Tindakan, Pengembangan kurikulum, dan evaluasi. Selanjutnya, artikel mereka mengenai Penelitian Tindakan (Kemmis,1983) bermanfaat untuk pengembangan penelitian Tindakan dalam bidang pendidikan.
2. Pengertian PTK
Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang dikenal dengan nama Classroom Action Reserch merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan lewin pada tahun 1946.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David Hopkins, 1993:44).
Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Sejalan dengan pengertian di atas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik penddikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksinya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnyadalam situasi tersebut.
3. Tujuan PTK
Sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK antara lain bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya ”melekat” penunaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru.
4. Manfaat PTK
Dengan tertumbuhkannya budaya meneliti yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan  karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara semakin mandiri.
Dengan kata lain, karena para guru semakin memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri. Di samping itu PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme calon guru.
5. Tahap – tahap PTK
Penelitian Tindakan Kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan) dan Reflection (Refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:
a. Planning (rencana)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi hambatan.
b. Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa  suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan dipergunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
c. Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang  diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya.
d. Reflection (Refleksi)
Refleksi di sini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya.
Dengan demikian, penelitian tindakan tidak dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya. Untuk lebih memperjelas fase-fase dalam penelitian tindakan, siklus spiralnya dan bagaimana pelaksanaanya, Kemmis menggambarkannya dalam siklus sebagai berikut:

Sedangkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh John Elliot dapat digambarkan sebagai berikut

6.  Prinsip-Prinsip PTK

Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000). Keenam prinsip tersebut adalah sebagai beriktut.
(1) Tugas utama guru adalah mengaiar, dan apapun metode PTK yang diterapkannya, sebaiknya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
(2) Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
(3) Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kclasnya, serta memperolch data yang dapat digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakannya.
(4) Masalah penelitian yang diambil olch guru hendaknya masalah yang Cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap pengatasannya.
(5)  Dalam penyelenggaraan PTK, guru haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
(6) Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan Classroom Exceeding Perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kclas dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

7.  Prosedur Pelaksanaan PTK

Penelitian Tindakan Kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur atau siklus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998), terdapat 5 (lima) tahapan dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah :
a. Pengembangan fokus masalah pcnelltian
b. Perencanaan Tindakan Perbaikan
c. Pelaksanaan tindakan perbaikan. Observasi dan Interpretasi
d. Analisis dan refleksi
e.  Perencanaan tindak lanjut
Selanjutnya alur pelaksanaan PTK dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut :

8.  Penetapan Fokus Masalah Penelitian

(1) Merasakan Adanya Masalah
Pertanyaan yang mungkin timbul bagi pemula PTK adalah: Bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama yang harus dimiliki guru adalah perasaan ketidakpuasan terhadap praktik pembelajaran yang selama ini dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan terhadap proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat memicu untuk dimulainya sebuah PTK (Suyanto,1997).
Oleh sebab itu, agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk memperbaiki atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih  profesional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya.
Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum,  intcraksi pembelajaran dan hasil belajar siswa.
(2)  Identifikasi Masalah PTK
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, penerapan arah PTK berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru dapat menemukan permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki.
Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran dalam mengembangkan fokus PTK, kita dapat bertanya pada diri sendiri, misalnya:
  • Apa yang sedang terjadi sekarang?
  • Apa yang terjadi itu mengandung permasalahan?
  • Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?
Bila pertanyaan tersebut telah ada di dalam pikiran guru, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan beberapa pertanyaan scbagai bcrikut.
  • Saya berkeinginan memperbaiki …. . ….
  • Berapa orangkah yang merasa kurang puas tentang …………..
  • Saya dibingungkan oleh …………
  • dan seterusnya
Pada tahap ini, yang paling penting adalah menghasilkan gagasan-gagasan awal mengcnai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan-gagasan awal tersebut, guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan PTK.
(3) Analisis Masalah
Setelah  memperoleh permasalahan-permasalahan melalui     proses identifikasi tersebut, maka peneliti-guru kelas melakukan analisis terhadap masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan operasi matematik, atau yang dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar.
Menurut  Abimanyu (1999) dalam buku Penelitian Tindakan kelas, bahwa arahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian untuk PTK adalah sebagai berikut :
  • Pilih permasalahan yang dirasa penting olch guru sendiri dan siswanya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah.
  • Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya.
  • Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas.
  • Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam  pengembangan fokus penelitian.
  • Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana  pengembangan sekolah.
(4) Perumusan Masalah
Setelah menetapkan fokus permasalahan serta menganalisinya, maka guru selanjutnya perlu merumuskan permasalahan secara lebih jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan masalah yang jelas akan membuka peluang bagi guru untuk menetapkan tindakan perbaikan (alternatif solusi) yang perlu dilakukannya, jenis data yang perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara menginterpretasikannya.

9.   Perencanaan Tindakan

(1) Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
Alternatif tindakan perbaikan, juga dapat dilihat sebagai hipotesis dalam arti mengidentifikasi dugaan mengenai perubahan perbaikan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jadi hipotesis tindakan adalah tindakan yang diduga akan dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan peyelenggaraan PTK.
Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan rumusan hipotesis penelitian formal. Jika hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis tindakan menyatakan “kita percaya tindakan kita akan mcrupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti”.
Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru sebagai peneliti perlu melakukan:
  • Kajian teoritik di bidang pembelajaran pendidikan.
  • Kajian hasil-hasil penclitian yang relevan dengan permasalahan.
  • Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti, dan sebagainya.
  • Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan, khusunya yang dituangkan dalam bentuk  program.
  • Merefeksikan pengalamannya sendiri sebagai guru.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan. Menurut Soedarsono (1997) dalam buku Penelitian Tindakan Kelas beberapa hal tersebut adalah:
  • Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian. Dengan kata lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.
  • Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan, pcrlu dikaji ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan tektis serta keterlaksanaannya. Di samping itu, juga perlu ditetapkan cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara cepat namun tepat,selama program perbaikan itu diimplementasikan.
  • Pilih alternatif tindakan serta prosedurimplementasi yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal, namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.
  • Pikirkan dengan seksama        perubahan-perubahan  yang secara implisit dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.
(2) Analisis kelaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal hipotesis tindakan, maka selanjutnya perlu dilakukan pengkajian terhadap kelaikan dari masing-masing hipotesis tindakan itu dari segi “jarak” antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan.
Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang dipersyaratkan untuk penyelenggaraan suatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih dalam batas-batas kemampuan guru, fasilitas tersedia di sekolah, dan terjangkau oleh kemampuan berpikir siswa.
Dengan kata lain, sebagai aktor PTK, guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah di mana ia berada dan melaksanakan tugasnya.
Menurut Soedarsono (1997) dalam buku Penelitian Tindakan Kelas, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut :
  • Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung olch kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, untuk pelaksanaan PTK kadang-kadang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau bukan karena didorong oleh imbalan finansial.
  • Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya, maupun etik. Dengan kata lain, PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
  • Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas-atau di sekolah juga perlu diperhitungkan. Sebab, pclaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurarangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu,demi keberhasilan PTK, maka guru dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang diperlukan.
  • Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah. Namun, pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai keccnderungan untuk mempertahankan statuskuo. Dengan kata lain, perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah justru dapat dijadikan scbagai salah satu sasaran PTK.
  • Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, maka selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan di atas, iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain, dukungan dari kepala sekolah serta rekan-rekan sejawat guru, dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
(3) Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah :
  • Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka iplementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.
  • Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga.
  • Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
  • Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai aktor PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.

10. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Interpretasi

Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk beranggapan bahwa PTK dilakukan oleh scorang guru atas prakarsanya sendiri, meskipun juga terbuka untuk dilakukan secara kolaboratif. Ini berarti balwa observasi yang dilakukan oleh guru sebagai aktor PTK tidak dapat digantikan oleh pengamat luar atau oleh sarana perekam, betapapun canggihnya.
Dengan kata lain, penyaturagaan implementasi tindakan dan observasi-interpretasi proses dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi, tidak lebih dan tidak kurang, karena keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran.
Akhirnya Hopkins (1993) dalam bukunya yang berjudul “A Teacher Guide to Clasroom Research”. Secara eksplisit menandaskan bahwa paparan mengenai observasi itu ditampilkannya bukan semata-mata dalam konteks PTK, melainkan dalam konteks pengembangan guru dan sekolah yang lebih luas schingga juga melibatkan supervisor (dalam hal ini, kepala sekolah dan/atau pengawas scbagai pelaksana fungsional).
(1) Pelaksanaan tindakan
Jika semua tindakan telah usai, maka skenario tindakan perbaikan yang tclah direncanakan itu telah dilaksanakan dalam situasi yang aktual. Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus PTK, dan pada saat yang bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan  ini juga dibarengi dengan kegiatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiatan refleksi.
Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan kegiatan observasi-interpretasi perlu dicermati benar, sebab ha1 tersebut adalah ciri khlas dari PTK. Observasi dan interpretasi memang lazim dalam konteks supervisi pengajaran, namun PTK bukanlah supervisi pengajaran, meskipun mungkin saja dalam PTK ada dimensi supervisi pengajaran.
(2) Obsevasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa bantu. Perlu dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terscret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan Interpretasi dalam pelaksanaan observasi.
(3) Diskusi balikan (review discussion)
Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Balikan yang terburuk adalah yang terlalu dipusatkan kepada kekurangan dan/atau kesalahan guru sebagai aktor tindakan perbaikan, yang diberikan secara satu arah yaitu dari pengamat kepada guru, yang bertolak dan kesan-kesan yang kurang didukung data, dan atau dilaksanakan terlalu lama setelah observasi dilakukan.
Sebaliknya, diskusi balikan menjanjikan manfaat yang optimal apabila:
  • Diberikan tidak lebih  dari 24 jam setelah observasi.
  • Digelar dalam suasana yang mutually supportive dan non-threatening.
  • Bertolak dari rekaman data yang dibuat olch pengamat.
  • Diinterpretasikan secara bersama-sama olch aktor tindakan perbaikan dan
  • Pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah digelar.
  • Pembahasan mengacu kepada pencrapan sasaran serta pengembangan stategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.
11. Analisis dan refleksi
Agar secara efektif dapat melakukan pengambilan keputusan sebelum, sementara, dan setelah sesuatu program pembelajaran dilaksanakan, guru dan juga ketika berperan sebagai pelaksana PTK, melakukan refleksi dalam arti merenungkan secara intens apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, serta menjajaki alternatif-alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan apa yang dikehendaki.
Secara teknis, rekleksi dilakukan dengan melakukan analisis dan sintesis, disamping induksi. Suatu proses analitik terjadi apabila objek kajian diuraikan menjadi bagian-bagian, serta dicermati unsure-unsurnya. Sedangkan suatu proses sintetik terjadi apabila berbagai unsure obyek kajian yang telah diurai tersebut dapat ditemukan kesamaan esensinya secara konseptual sehingga dapat ditampilkan sebagai suatu kesatuan.
Dalam PTK, pengembangan kemampuan berpikir reflektif atau kemampuan mencermati kembali secara lebih rinci segala sesuatu yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya-baik yang positif, maupun yang negatif-juga disebut reconnaissance. Kegiatan  reconnaissance dalam PTK, diperlukan untuk menemukan titik-titik rawan, sehingga dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi serta menetapkan sasaran-sasaran perbaikan baru, atau sekedar untuk menjelaskan kegagalan implementasi sesuatu tindakan perbaikan.
Dengan kata lain, refleksi dalam arti metodologik sebagaimana diuraikan di atas, merupakan upaya membuat deduksi dan induksi silih berganti secara tepat meskipun tanpa dukungan data yang memenuhi semua persyaratan secara tuntas. Namun sebaliknya, kecepatan dalam menemukan gagasan-gagasan kunci yang dilandasi oleh refleksi – secara  akumulatif – menampilkan mutu kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, tindakan yang reflektif terbukti membuahkan berbagai perbaikan praktis yang nyata.
(1)    Analisis Data
Analisis data dalam rangka refleksi setelah implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai keseluruhan. Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, refresentasi grafis, dan sebagainya. Sedangkan menyimpulkan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisasikan tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas.
(2)   Refleksi
Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut, upaya mencapai tujuan PTK.
Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.
Apabila dicermati, dalam proses refleksi tersebut tersebut dapat ditemukan komponen-konponen sebagai berikut.
      ANALISIS                      PEMAKNAAN                           PENJELASAN                     PENYUSUNAN
      KESIMPULAN                   IDENTIFIKASI TINDAK LANJUT
Yang kesemuanya itu dilakukan dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Meskipun diantara kelima komponen tersebut nampak terdapat urutan yang logis, namun dalam kenyataannya kelima komponen “terkunjungi” secara bersamaan dan bolak-balik secara proses refleksi berlangsung.
Dengan kata lain, dengan bertolak dari gambaran menyeluruh mengenai apa yang yang terjadi pada siklus PTK yang baru terselesaikan, maka pelaksanaan PTK ada pada posisi untuk menetapkan tindak lanjut. Apabila masih dipandang perlu, kembali dengan selalu merujuk kepada kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
12. Rencana Tindak Lanjut.
Sebagaimana telah diisyaratkan hasil analisis dan refleksi akan menentukan apakan tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggara PTK atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, maka dilakukan tindakan perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya atau, apabila perlu, dengan menyusun tindakan perbaikan yang betul-betul baru uantuk mengatasi masalah yang ada.
Dengan kata lain, jika masalah yang diteliti belum tuntas, atau belum memuaskan pengatasannya, maka PTK harus dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan prosedur yang sama seperti pada siklus ke-1, yaitu (perumusan masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan analisis-refleksi).
Apabila pada siklus ke-2 ini permasalahan sudah terselesaikan (memuaskan), maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus ke-3. Namun, jika pada siklus ke-2 masalahnya belum terselesaikan, maka perlu dilanjutkan dengan siklus ke-3, dan seterusnya.
Jadi, suatu siklus dalam PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu jumlahnya. Sebab-sesuai dengan hakikat permasalahan yang kebetulan menjadi pemicunya-ada suatu penelitian yang cukup hanya dilakukan dalam satu siklus, karena masalahnya dapat diselesaikan, namun ada juga yang memerlukan beberapa siklus.
Dengan demikian, dapat dikatakan banyak sedikitnya jumlah siklus dalam PTK itu tergantung pada terselesaikannya masalah yang diteliti dan munculnya factor-faktor lain yang berkaitan dengan masalah itu.
Untuk memperoleh hasil PTK yang memuaskan ada beberapa saran yang bisa dipertimbangkan yaitu :
  • Jangan memilih masalah yang anda tidak dapat berbuat apapun terhadap masalah tesebut.
  • Tentukan topik yang ruang lingkupnya terbatas dan tidak terlampau luas.
  • Pilhlah topik-topik yang penting bagi anda dan bagi siswa anda. Pada kegiatan ini sangat perlu dilandasi dengan motivasi intrinsic sehingga akan selalu memotivasi kita untuk melanjutkan walaupun seandainya dijumpai kesulitan dalam penelitian tersebut.
  • Jika diperlukan, lakukanlah kolaborasi dengan teman sejawat karena hal ini sangat bermanfaat untuk perkembangan profesional seseorang.
  • Kaitkan penelitian kelas anda dengan prioritas rencana pengembangan sekolah atau fungsi sekolah anda hal ini secara tidak langsung akan bermanfaat bagi perkembangan sekolah itu sendiri.
C. PENUTUP
Yang perlu dicatat bahwa penelitian tindakan guru tidak diperlakukan sebagai obyek penelitian, melainkan ikut serta dalam kegiatan penelitian untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di kelas yang mereka bina. Dengan kata lain guru diajak bekerja sama sebagai agen-agen pembaharu untuk menyempurnakan proses belajar mengajar di kelas.
Penelitian tindakan merupakan suatu jawaban dari problematika yang muncul selama ini yaitu mengapa prestasi belajar putra-putri kita masih rendah walaupun sudah diberikan tambahan belajar. Dengan melakukan penelitian tindakan kita akan segera mendapatkan jawaban tentang apa yang diperlukan oleh anak didik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu,S. (1999). Penelitian Praktis Untuk Perbaikan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Guru SD
David Hopkins. (1993) A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia. Open University Press.
Elliot, J. (1982) Developing Hypothesis about Classrooms from Teachers Practical Constructs: an Account of the Work of the Ford Teaching Project. Dalam The Action Research Reader. Geelong, Victoria: Deakin University.
Kardi, Soeparman da Mohamad  Nur. (2000) Pengajaran Langsung. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press
Kemmis, s. & McTaggart, R. (1983) The Action Research Planner. 3rd ed. Victoria, Australia: Deakin University.
Prabowo, (2000). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offiset
Raka Joni. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PCP PGSM Dikjen Dikti.
Soedarsono, (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen dikti BP3 GSD Yogyakarta
Suyanto. (1997). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Depdikbud
Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Senin, 08 Oktober 2012

Teori Belajar Humanistik

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu  potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Berikut adalah para tokoh dalam aliran psikologi humanistik. 3 tokoh aliran humanistik akan disinggung, namun demikian tokoh humanistik yang menjadi fokus dalam paper ini adalahCarl Rogers.


Tokoh-Tokoh Teori Humanistik

 

Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

Maslow


Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

Carl Ransom Rogers

Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
  1.  
    1. Kognitif (kebermaknaan)
    2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshopdi Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet.  Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987.

Teori Humanistik Carl Rogers

Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered),non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilahperson centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
-         Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
-         Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Struktur Kepribadian

Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
  • mahkluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
  • Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
  • Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem :
·        Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
·        Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
-         Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
-         Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
-         Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
Kebutuhan
-         Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
-         Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
-         Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
-         Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
-         ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
-         Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
-         Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah  penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.

Dinamika Kepribadian

1. Penerimaan Positif (Positive Regard→  Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif  kepada orang lain.
 2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence→  organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
  3. Aktualisasi Diri (Self Actualization)  →  Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).

Perkembangan Kepribadian

Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi    sepenuhnya:
  1. Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
  1. Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.
  1. Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
  1. Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
  1. Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.

Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers

1.      Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
2.      Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
3.      Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
4.      Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
5.      Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
6.      Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pendidikan

Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.
-         Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
-         Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
-         Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.        Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.       Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.       Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.         Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
  1. Merespon perasaan siswa
  2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  4. Menghargai siswa
  5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
  7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator
            Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
  1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
  6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

Kesimpulan

Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Prinsip- prinsip belajar humanistic:
1.                  Manusia mempunyai belajar alami
2.                  B elajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3.                  Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
4.                  Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5.                  Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh caar
6.                  Belajar yang bermakna  diperolaeh jika siswa melakukannya
7.                  Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
8.                  Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9.                  Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10.              Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar

Daftar Pustaka

Alwilsol (2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press
Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .
Robert, Thomas B., Four Psychologies Applied to Education, 1975, New York, Hals Ted Press Dvision
Smith, Mark K. , (1997), Carl Rogers, Core Conditions and Education, www. Infred.org/thinkers/et-rogers.htm#intro.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

adf