Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 10 Oktober 2012

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.    PENDAHULUAN
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini pada dasarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran.
Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apabila seseorang guru menjadi dominator kegiatan pembelajaran di kelas, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsive terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas.
Sejalan dengan pernyataan di atas, saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan konstruktivis. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggungjawab dan berperan aktif dalam melakukan Pembaharuan pendidikan serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui  penelitian tindakan dalam pengelolaan pembelajaran di kelasnya.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas atau classroom actuion research merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu pendidikan. Ketiga alasan tersebut adalah:
  1. Guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan tersebut,
  2. Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian.
  3. Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu lama.
B. PENELITIAN TINDAKAN KELAS 
1. Sejarah Lahirnya PTK
Konsep penelitian guru mula-mula dikemukakan oleh Lawrence Stenhouse di United Kingdom (UK), yang mengaitkan antara Penelitian tindakan (action research) dan konsepnya tentang guru sebagai peneliti. Kemudian John Elliott mempopulerkan Penelitian Tindakan sebagai metode guru mengadakan penelitian di kelas mereka melalui Ford Teaching Project dan selanjutnya mendirikan Jaringan PTK (Classroom Action Research Network).
Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep Penelitian Tindakan ini diterapkan pada bidang pendidikan (Kemmis,1983). Berpusat pada Deakin University di Australia, Kemmis dan kolegannya telah menghasilkan suatu seri publikasi dan materi pelajaran tentang Penelitian Tindakan, Pengembangan kurikulum, dan evaluasi. Selanjutnya, artikel mereka mengenai Penelitian Tindakan (Kemmis,1983) bermanfaat untuk pengembangan penelitian Tindakan dalam bidang pendidikan.
2. Pengertian PTK
Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang dikenal dengan nama Classroom Action Reserch merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan lewin pada tahun 1946.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David Hopkins, 1993:44).
Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Sejalan dengan pengertian di atas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik penddikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksinya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnyadalam situasi tersebut.
3. Tujuan PTK
Sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK antara lain bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya ”melekat” penunaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru.
4. Manfaat PTK
Dengan tertumbuhkannya budaya meneliti yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan  karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara semakin mandiri.
Dengan kata lain, karena para guru semakin memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri. Di samping itu PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme calon guru.
5. Tahap – tahap PTK
Penelitian Tindakan Kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan) dan Reflection (Refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:
a. Planning (rencana)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi hambatan.
b. Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa  suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan dipergunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
c. Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang  diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya.
d. Reflection (Refleksi)
Refleksi di sini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya.
Dengan demikian, penelitian tindakan tidak dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya. Untuk lebih memperjelas fase-fase dalam penelitian tindakan, siklus spiralnya dan bagaimana pelaksanaanya, Kemmis menggambarkannya dalam siklus sebagai berikut:

Sedangkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh John Elliot dapat digambarkan sebagai berikut

6.  Prinsip-Prinsip PTK

Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000). Keenam prinsip tersebut adalah sebagai beriktut.
(1) Tugas utama guru adalah mengaiar, dan apapun metode PTK yang diterapkannya, sebaiknya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
(2) Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
(3) Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kclasnya, serta memperolch data yang dapat digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakannya.
(4) Masalah penelitian yang diambil olch guru hendaknya masalah yang Cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap pengatasannya.
(5)  Dalam penyelenggaraan PTK, guru haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
(6) Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan Classroom Exceeding Perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kclas dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

7.  Prosedur Pelaksanaan PTK

Penelitian Tindakan Kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur atau siklus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998), terdapat 5 (lima) tahapan dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah :
a. Pengembangan fokus masalah pcnelltian
b. Perencanaan Tindakan Perbaikan
c. Pelaksanaan tindakan perbaikan. Observasi dan Interpretasi
d. Analisis dan refleksi
e.  Perencanaan tindak lanjut
Selanjutnya alur pelaksanaan PTK dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut :

8.  Penetapan Fokus Masalah Penelitian

(1) Merasakan Adanya Masalah
Pertanyaan yang mungkin timbul bagi pemula PTK adalah: Bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama yang harus dimiliki guru adalah perasaan ketidakpuasan terhadap praktik pembelajaran yang selama ini dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan terhadap proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat memicu untuk dimulainya sebuah PTK (Suyanto,1997).
Oleh sebab itu, agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk memperbaiki atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih  profesional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya.
Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum,  intcraksi pembelajaran dan hasil belajar siswa.
(2)  Identifikasi Masalah PTK
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, penerapan arah PTK berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru dapat menemukan permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki.
Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran dalam mengembangkan fokus PTK, kita dapat bertanya pada diri sendiri, misalnya:
  • Apa yang sedang terjadi sekarang?
  • Apa yang terjadi itu mengandung permasalahan?
  • Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?
Bila pertanyaan tersebut telah ada di dalam pikiran guru, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan beberapa pertanyaan scbagai bcrikut.
  • Saya berkeinginan memperbaiki …. . ….
  • Berapa orangkah yang merasa kurang puas tentang …………..
  • Saya dibingungkan oleh …………
  • dan seterusnya
Pada tahap ini, yang paling penting adalah menghasilkan gagasan-gagasan awal mengcnai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan-gagasan awal tersebut, guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan PTK.
(3) Analisis Masalah
Setelah  memperoleh permasalahan-permasalahan melalui     proses identifikasi tersebut, maka peneliti-guru kelas melakukan analisis terhadap masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan operasi matematik, atau yang dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar.
Menurut  Abimanyu (1999) dalam buku Penelitian Tindakan kelas, bahwa arahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian untuk PTK adalah sebagai berikut :
  • Pilih permasalahan yang dirasa penting olch guru sendiri dan siswanya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah.
  • Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya.
  • Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas.
  • Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam  pengembangan fokus penelitian.
  • Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana  pengembangan sekolah.
(4) Perumusan Masalah
Setelah menetapkan fokus permasalahan serta menganalisinya, maka guru selanjutnya perlu merumuskan permasalahan secara lebih jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan masalah yang jelas akan membuka peluang bagi guru untuk menetapkan tindakan perbaikan (alternatif solusi) yang perlu dilakukannya, jenis data yang perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara menginterpretasikannya.

9.   Perencanaan Tindakan

(1) Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
Alternatif tindakan perbaikan, juga dapat dilihat sebagai hipotesis dalam arti mengidentifikasi dugaan mengenai perubahan perbaikan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jadi hipotesis tindakan adalah tindakan yang diduga akan dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan peyelenggaraan PTK.
Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan rumusan hipotesis penelitian formal. Jika hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis tindakan menyatakan “kita percaya tindakan kita akan mcrupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti”.
Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru sebagai peneliti perlu melakukan:
  • Kajian teoritik di bidang pembelajaran pendidikan.
  • Kajian hasil-hasil penclitian yang relevan dengan permasalahan.
  • Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti, dan sebagainya.
  • Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan, khusunya yang dituangkan dalam bentuk  program.
  • Merefeksikan pengalamannya sendiri sebagai guru.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan. Menurut Soedarsono (1997) dalam buku Penelitian Tindakan Kelas beberapa hal tersebut adalah:
  • Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian. Dengan kata lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.
  • Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan, pcrlu dikaji ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan tektis serta keterlaksanaannya. Di samping itu, juga perlu ditetapkan cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara cepat namun tepat,selama program perbaikan itu diimplementasikan.
  • Pilih alternatif tindakan serta prosedurimplementasi yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal, namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.
  • Pikirkan dengan seksama        perubahan-perubahan  yang secara implisit dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.
(2) Analisis kelaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal hipotesis tindakan, maka selanjutnya perlu dilakukan pengkajian terhadap kelaikan dari masing-masing hipotesis tindakan itu dari segi “jarak” antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan.
Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang dipersyaratkan untuk penyelenggaraan suatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih dalam batas-batas kemampuan guru, fasilitas tersedia di sekolah, dan terjangkau oleh kemampuan berpikir siswa.
Dengan kata lain, sebagai aktor PTK, guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah di mana ia berada dan melaksanakan tugasnya.
Menurut Soedarsono (1997) dalam buku Penelitian Tindakan Kelas, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut :
  • Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung olch kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, untuk pelaksanaan PTK kadang-kadang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau bukan karena didorong oleh imbalan finansial.
  • Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya, maupun etik. Dengan kata lain, PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
  • Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas-atau di sekolah juga perlu diperhitungkan. Sebab, pclaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurarangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu,demi keberhasilan PTK, maka guru dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang diperlukan.
  • Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah. Namun, pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai keccnderungan untuk mempertahankan statuskuo. Dengan kata lain, perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah justru dapat dijadikan scbagai salah satu sasaran PTK.
  • Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, maka selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan di atas, iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain, dukungan dari kepala sekolah serta rekan-rekan sejawat guru, dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
(3) Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah :
  • Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka iplementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.
  • Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga.
  • Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
  • Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai aktor PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.

10. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Interpretasi

Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk beranggapan bahwa PTK dilakukan oleh scorang guru atas prakarsanya sendiri, meskipun juga terbuka untuk dilakukan secara kolaboratif. Ini berarti balwa observasi yang dilakukan oleh guru sebagai aktor PTK tidak dapat digantikan oleh pengamat luar atau oleh sarana perekam, betapapun canggihnya.
Dengan kata lain, penyaturagaan implementasi tindakan dan observasi-interpretasi proses dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi, tidak lebih dan tidak kurang, karena keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran.
Akhirnya Hopkins (1993) dalam bukunya yang berjudul “A Teacher Guide to Clasroom Research”. Secara eksplisit menandaskan bahwa paparan mengenai observasi itu ditampilkannya bukan semata-mata dalam konteks PTK, melainkan dalam konteks pengembangan guru dan sekolah yang lebih luas schingga juga melibatkan supervisor (dalam hal ini, kepala sekolah dan/atau pengawas scbagai pelaksana fungsional).
(1) Pelaksanaan tindakan
Jika semua tindakan telah usai, maka skenario tindakan perbaikan yang tclah direncanakan itu telah dilaksanakan dalam situasi yang aktual. Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus PTK, dan pada saat yang bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan  ini juga dibarengi dengan kegiatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiatan refleksi.
Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan kegiatan observasi-interpretasi perlu dicermati benar, sebab ha1 tersebut adalah ciri khlas dari PTK. Observasi dan interpretasi memang lazim dalam konteks supervisi pengajaran, namun PTK bukanlah supervisi pengajaran, meskipun mungkin saja dalam PTK ada dimensi supervisi pengajaran.
(2) Obsevasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa bantu. Perlu dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terscret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan Interpretasi dalam pelaksanaan observasi.
(3) Diskusi balikan (review discussion)
Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Balikan yang terburuk adalah yang terlalu dipusatkan kepada kekurangan dan/atau kesalahan guru sebagai aktor tindakan perbaikan, yang diberikan secara satu arah yaitu dari pengamat kepada guru, yang bertolak dan kesan-kesan yang kurang didukung data, dan atau dilaksanakan terlalu lama setelah observasi dilakukan.
Sebaliknya, diskusi balikan menjanjikan manfaat yang optimal apabila:
  • Diberikan tidak lebih  dari 24 jam setelah observasi.
  • Digelar dalam suasana yang mutually supportive dan non-threatening.
  • Bertolak dari rekaman data yang dibuat olch pengamat.
  • Diinterpretasikan secara bersama-sama olch aktor tindakan perbaikan dan
  • Pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah digelar.
  • Pembahasan mengacu kepada pencrapan sasaran serta pengembangan stategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.
11. Analisis dan refleksi
Agar secara efektif dapat melakukan pengambilan keputusan sebelum, sementara, dan setelah sesuatu program pembelajaran dilaksanakan, guru dan juga ketika berperan sebagai pelaksana PTK, melakukan refleksi dalam arti merenungkan secara intens apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, serta menjajaki alternatif-alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan apa yang dikehendaki.
Secara teknis, rekleksi dilakukan dengan melakukan analisis dan sintesis, disamping induksi. Suatu proses analitik terjadi apabila objek kajian diuraikan menjadi bagian-bagian, serta dicermati unsure-unsurnya. Sedangkan suatu proses sintetik terjadi apabila berbagai unsure obyek kajian yang telah diurai tersebut dapat ditemukan kesamaan esensinya secara konseptual sehingga dapat ditampilkan sebagai suatu kesatuan.
Dalam PTK, pengembangan kemampuan berpikir reflektif atau kemampuan mencermati kembali secara lebih rinci segala sesuatu yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya-baik yang positif, maupun yang negatif-juga disebut reconnaissance. Kegiatan  reconnaissance dalam PTK, diperlukan untuk menemukan titik-titik rawan, sehingga dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi serta menetapkan sasaran-sasaran perbaikan baru, atau sekedar untuk menjelaskan kegagalan implementasi sesuatu tindakan perbaikan.
Dengan kata lain, refleksi dalam arti metodologik sebagaimana diuraikan di atas, merupakan upaya membuat deduksi dan induksi silih berganti secara tepat meskipun tanpa dukungan data yang memenuhi semua persyaratan secara tuntas. Namun sebaliknya, kecepatan dalam menemukan gagasan-gagasan kunci yang dilandasi oleh refleksi – secara  akumulatif – menampilkan mutu kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, tindakan yang reflektif terbukti membuahkan berbagai perbaikan praktis yang nyata.
(1)    Analisis Data
Analisis data dalam rangka refleksi setelah implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai keseluruhan. Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, refresentasi grafis, dan sebagainya. Sedangkan menyimpulkan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisasikan tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas.
(2)   Refleksi
Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut, upaya mencapai tujuan PTK.
Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.
Apabila dicermati, dalam proses refleksi tersebut tersebut dapat ditemukan komponen-konponen sebagai berikut.
      ANALISIS                      PEMAKNAAN                           PENJELASAN                     PENYUSUNAN
      KESIMPULAN                   IDENTIFIKASI TINDAK LANJUT
Yang kesemuanya itu dilakukan dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Meskipun diantara kelima komponen tersebut nampak terdapat urutan yang logis, namun dalam kenyataannya kelima komponen “terkunjungi” secara bersamaan dan bolak-balik secara proses refleksi berlangsung.
Dengan kata lain, dengan bertolak dari gambaran menyeluruh mengenai apa yang yang terjadi pada siklus PTK yang baru terselesaikan, maka pelaksanaan PTK ada pada posisi untuk menetapkan tindak lanjut. Apabila masih dipandang perlu, kembali dengan selalu merujuk kepada kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
12. Rencana Tindak Lanjut.
Sebagaimana telah diisyaratkan hasil analisis dan refleksi akan menentukan apakan tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggara PTK atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, maka dilakukan tindakan perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya atau, apabila perlu, dengan menyusun tindakan perbaikan yang betul-betul baru uantuk mengatasi masalah yang ada.
Dengan kata lain, jika masalah yang diteliti belum tuntas, atau belum memuaskan pengatasannya, maka PTK harus dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan prosedur yang sama seperti pada siklus ke-1, yaitu (perumusan masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan analisis-refleksi).
Apabila pada siklus ke-2 ini permasalahan sudah terselesaikan (memuaskan), maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus ke-3. Namun, jika pada siklus ke-2 masalahnya belum terselesaikan, maka perlu dilanjutkan dengan siklus ke-3, dan seterusnya.
Jadi, suatu siklus dalam PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu jumlahnya. Sebab-sesuai dengan hakikat permasalahan yang kebetulan menjadi pemicunya-ada suatu penelitian yang cukup hanya dilakukan dalam satu siklus, karena masalahnya dapat diselesaikan, namun ada juga yang memerlukan beberapa siklus.
Dengan demikian, dapat dikatakan banyak sedikitnya jumlah siklus dalam PTK itu tergantung pada terselesaikannya masalah yang diteliti dan munculnya factor-faktor lain yang berkaitan dengan masalah itu.
Untuk memperoleh hasil PTK yang memuaskan ada beberapa saran yang bisa dipertimbangkan yaitu :
  • Jangan memilih masalah yang anda tidak dapat berbuat apapun terhadap masalah tesebut.
  • Tentukan topik yang ruang lingkupnya terbatas dan tidak terlampau luas.
  • Pilhlah topik-topik yang penting bagi anda dan bagi siswa anda. Pada kegiatan ini sangat perlu dilandasi dengan motivasi intrinsic sehingga akan selalu memotivasi kita untuk melanjutkan walaupun seandainya dijumpai kesulitan dalam penelitian tersebut.
  • Jika diperlukan, lakukanlah kolaborasi dengan teman sejawat karena hal ini sangat bermanfaat untuk perkembangan profesional seseorang.
  • Kaitkan penelitian kelas anda dengan prioritas rencana pengembangan sekolah atau fungsi sekolah anda hal ini secara tidak langsung akan bermanfaat bagi perkembangan sekolah itu sendiri.
C. PENUTUP
Yang perlu dicatat bahwa penelitian tindakan guru tidak diperlakukan sebagai obyek penelitian, melainkan ikut serta dalam kegiatan penelitian untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di kelas yang mereka bina. Dengan kata lain guru diajak bekerja sama sebagai agen-agen pembaharu untuk menyempurnakan proses belajar mengajar di kelas.
Penelitian tindakan merupakan suatu jawaban dari problematika yang muncul selama ini yaitu mengapa prestasi belajar putra-putri kita masih rendah walaupun sudah diberikan tambahan belajar. Dengan melakukan penelitian tindakan kita akan segera mendapatkan jawaban tentang apa yang diperlukan oleh anak didik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu,S. (1999). Penelitian Praktis Untuk Perbaikan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Guru SD
David Hopkins. (1993) A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia. Open University Press.
Elliot, J. (1982) Developing Hypothesis about Classrooms from Teachers Practical Constructs: an Account of the Work of the Ford Teaching Project. Dalam The Action Research Reader. Geelong, Victoria: Deakin University.
Kardi, Soeparman da Mohamad  Nur. (2000) Pengajaran Langsung. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press
Kemmis, s. & McTaggart, R. (1983) The Action Research Planner. 3rd ed. Victoria, Australia: Deakin University.
Prabowo, (2000). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offiset
Raka Joni. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PCP PGSM Dikjen Dikti.
Soedarsono, (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen dikti BP3 GSD Yogyakarta
Suyanto. (1997). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Depdikbud
Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

adf