Suatu
pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku
positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Konteks ini pada dasarnya bergantung pada guru sebagai
elemen penting dalam kegiatan pembelajaran.
Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim
apabila seseorang guru menjadi dominator kegiatan pembelajaran di
kelas, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap
keberhasilan siswanya dalam belajar. Untuk mewujudkan tanggung jawab
tersebut guru harus selalu proaktif dan responsive terhadap semua
fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas.
Sejalan dengan pernyataan di atas, saat
ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan
konstruktivis. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai penerima
pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggungjawab dan berperan aktif
dalam melakukan Pembaharuan pendidikan serta mengembangkan pengetahuan
dan keterampilannya melalui penelitian tindakan dalam pengelolaan
pembelajaran di kelasnya.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa
penelitian tindakan kelas atau classroom actuion research merupakan
langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu
pendidikan. Ketiga alasan tersebut adalah:
- Guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan tersebut,
- Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian.
- Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu lama.
1. Sejarah Lahirnya PTK
Konsep penelitian guru mula-mula
dikemukakan oleh Lawrence Stenhouse di United Kingdom (UK), yang
mengaitkan antara Penelitian tindakan (action research) dan
konsepnya tentang guru sebagai peneliti. Kemudian John Elliott
mempopulerkan Penelitian Tindakan sebagai metode guru mengadakan
penelitian di kelas mereka melalui Ford Teaching Project dan selanjutnya mendirikan Jaringan PTK (Classroom Action Research Network).
Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan
bagaimana konsep Penelitian Tindakan ini diterapkan pada bidang
pendidikan (Kemmis,1983). Berpusat pada Deakin University di Australia,
Kemmis dan kolegannya telah menghasilkan suatu seri publikasi dan materi
pelajaran tentang Penelitian Tindakan, Pengembangan kurikulum, dan
evaluasi. Selanjutnya, artikel mereka mengenai Penelitian Tindakan
(Kemmis,1983) bermanfaat untuk pengembangan penelitian Tindakan dalam
bidang pendidikan.
2. Pengertian PTK
Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang dikenal dengan nama Classroom Action Reserch
merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide
tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan
lewin pada tahun 1946.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau
action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui
refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu
dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap
praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu
dilaksanakan (David Hopkins, 1993:44).
Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999)
mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian
yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan
tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut
dilakukan.
Sejalan dengan pengertian di atas,
Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu
penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk
juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka
serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh
pendapat kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian
tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik
penddikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri
dan merefleksinya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut.
Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide
dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba
memperoleh pengaruh yang sebenarnyadalam situasi tersebut.
3. Tujuan PTK
Sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK
antara lain bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik
pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya ”melekat”
penunaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan
kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan
layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK
adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru.
4. Manfaat PTK
Dengan tertumbuhkannya budaya meneliti
yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara
berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara semakin mandiri.
Dengan kata lain, karena para guru
semakin memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri.
Di samping itu PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan
untuk peningkatan profesionalisme calon guru.
5. Tahap – tahap PTK
Penelitian Tindakan Kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan) dan Reflection (Refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:
a. Planning (rencana)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus
dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan rencana tersebut
berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak
terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi
hambatan.
b. Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan penerapan dari
perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa suatu penerapan model
pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat
dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu
model pembelajaran yang hasilnya juga akan dipergunakan untuk
penyempurnaan pelaksanaan tugas.
c. Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat
dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan
dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi
sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang
sesungguhnya.
d. Reflection (Refleksi)
Refleksi di sini meliputi kegiatan :
analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan
menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap
perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk
memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya.
Dengan demikian, penelitian tindakan
tidak dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi
membutuhkan waktu untuk untuk melakukannya sebagai planning
untuk siklus selanjutnya. Untuk lebih memperjelas fase-fase dalam
penelitian tindakan, siklus spiralnya dan bagaimana pelaksanaanya,
Kemmis menggambarkannya dalam siklus sebagai berikut:
Sedangkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh John Elliot dapat digambarkan sebagai berikut
6. Prinsip-Prinsip PTK
Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK
yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000). Keenam prinsip tersebut
adalah sebagai beriktut.
(1) Tugas utama guru adalah mengaiar, dan
apapun metode PTK yang diterapkannya, sebaiknya tidak mengganggu
komitmennya sebagai pengajar.
(2) Metode pengumpulan data yang
digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga
berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
(3) Metodologi yang digunakan harus cukup
reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan
hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat
diterapkan pada situasi kclasnya, serta memperolch data yang dapat
digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakannya.
(4) Masalah penelitian yang diambil olch
guru hendaknya masalah yang Cukup merisaukannya, dan bertolak dari
tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap
pengatasannya.
(5) Dalam penyelenggaraan PTK, guru
haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur
etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
(6) Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan Classroom Exceeding Perspective,
dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kclas
dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi
sekolah secara keseluruhan.
7. Prosedur Pelaksanaan PTK
Penelitian Tindakan Kelas merupakan
proses pengkajian melalui sistem berdaur atau siklus dari berbagai
kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998),
terdapat 5 (lima) tahapan dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam
pelaksanaan PTK tersebut adalah :
a. Pengembangan fokus masalah pcnelltian
b. Perencanaan Tindakan Perbaikan
c. Pelaksanaan tindakan perbaikan. Observasi dan Interpretasi
d. Analisis dan refleksi
e. Perencanaan tindak lanjut
Selanjutnya alur pelaksanaan PTK dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut :
8. Penetapan Fokus Masalah Penelitian
(1) Merasakan Adanya Masalah
Pertanyaan yang mungkin timbul bagi
pemula PTK adalah: Bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas? Untuk
dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama yang harus dimiliki
guru adalah perasaan ketidakpuasan terhadap praktik pembelajaran yang
selama ini dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia
lakukan terhadap proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya
terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses
pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan
seperti di atas, yang kemudian dapat memicu untuk dimulainya sebuah PTK
(Suyanto,1997).
Oleh sebab itu, agar guru dapat
menerapkan PTK dalam upayanya untuk memperbaiki atau meningkatkan
layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut
keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada dirinya
sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi
program pembelajaran yang dikelolanya.
Oleh karena itu, untuk memanfaatkan
secara maksimal potensi PTK bagi perbaikan proses pembelajaran, guru
perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya
persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, permasalahan yang
diangkat dalam PTK harus benar-benar merupakan masalah-masalah yang
dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang dikelolanya, bukan
permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar.
Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru,
bahan ajar, kurikulum, intcraksi pembelajaran dan hasil belajar siswa.
(2) Identifikasi Masalah PTK
Sebagaimana telah dikemukakan di atas,
penerapan arah PTK berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang
bersifat umum. Guru dapat menemukan permasalahan tersebut dengan
bertolak dari gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan
yang perlu diperbaiki.
Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran dalam mengembangkan fokus PTK, kita dapat bertanya pada diri sendiri, misalnya:
- Apa yang sedang terjadi sekarang?
- Apa yang terjadi itu mengandung permasalahan?
- Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?
Bila pertanyaan tersebut telah ada di
dalam pikiran guru, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan
beberapa pertanyaan scbagai bcrikut.
- Saya berkeinginan memperbaiki …. . ….
- Berapa orangkah yang merasa kurang puas tentang …………..
- Saya dibingungkan oleh …………
- dan seterusnya
Pada tahap ini, yang paling penting
adalah menghasilkan gagasan-gagasan awal mengcnai permasalahan aktual
yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan-gagasan awal
tersebut, guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan
menggunakan PTK.
(3) Analisis Masalah
Setelah memperoleh
permasalahan-permasalahan melalui proses identifikasi tersebut, maka
peneliti-guru kelas melakukan analisis terhadap masalah-masalah
tersebut untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini, akan
ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi seperti
misalnya penguasaan operasi matematik, atau yang dapat ditunda
pengatasannya tanpa kerugian yang besar.
Menurut Abimanyu (1999) dalam buku
Penelitian Tindakan kelas, bahwa arahan yang perlu diperhatikan dalam
penelitian untuk PTK adalah sebagai berikut :
- Pilih permasalahan yang dirasa penting olch guru sendiri dan siswanya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah.
- Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya.
- Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas.
- Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan fokus penelitian.
- Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.
Setelah menetapkan fokus permasalahan
serta menganalisinya, maka guru selanjutnya perlu merumuskan
permasalahan secara lebih jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan
masalah yang jelas akan membuka peluang bagi guru untuk menetapkan
tindakan perbaikan (alternatif solusi) yang perlu dilakukannya, jenis
data yang perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara
menginterpretasikannya.
9. Perencanaan Tindakan
(1) Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
Alternatif tindakan perbaikan, juga dapat
dilihat sebagai hipotesis dalam arti mengidentifikasi dugaan mengenai
perubahan perbaikan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan.
Jadi hipotesis tindakan adalah tindakan yang diduga akan dapat
memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan peyelenggaraan PTK.
Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan
berbeda dengan rumusan hipotesis penelitian formal. Jika hipotesis
penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau
lebih, atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih,
maka hipotesis tindakan menyatakan “kita percaya tindakan kita akan
mcrupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang
diteliti”.
Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru sebagai peneliti perlu melakukan:
- Kajian teoritik di bidang pembelajaran pendidikan.
- Kajian hasil-hasil penclitian yang relevan dengan permasalahan.
- Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti, dan sebagainya.
- Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan, khusunya yang dituangkan dalam bentuk program.
- Merefeksikan pengalamannya sendiri sebagai guru.
Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan. Menurut Soedarsono
(1997) dalam buku Penelitian Tindakan Kelas beberapa hal tersebut
adalah:
- Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian. Dengan kata lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.
- Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan, pcrlu dikaji ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan tektis serta keterlaksanaannya. Di samping itu, juga perlu ditetapkan cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara cepat namun tepat,selama program perbaikan itu diimplementasikan.
- Pilih alternatif tindakan serta prosedurimplementasi yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal, namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.
- Pikirkan dengan seksama perubahan-perubahan yang secara implisit dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.
(2) Analisis kelaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal hipotesis
tindakan, maka selanjutnya perlu dilakukan pengkajian terhadap kelaikan
dari masing-masing hipotesis tindakan itu dari segi “jarak” antara
situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan.
Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang
dipersyaratkan untuk penyelenggaraan suatu tindakan perbaikan dalam
rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih dalam
batas-batas kemampuan guru, fasilitas tersedia di sekolah, dan
terjangkau oleh kemampuan berpikir siswa.
Dengan kata lain, sebagai aktor PTK, guru
hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia
sekolah di mana ia berada dan melaksanakan tugasnya.
Menurut Soedarsono (1997) dalam buku
Penelitian Tindakan Kelas, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut :
- Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung olch kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, untuk pelaksanaan PTK kadang-kadang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau bukan karena didorong oleh imbalan finansial.
- Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya, maupun etik. Dengan kata lain, PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
- Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas-atau di sekolah juga perlu diperhitungkan. Sebab, pclaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurarangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu,demi keberhasilan PTK, maka guru dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang diperlukan.
- Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah. Namun, pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai keccnderungan untuk mempertahankan statuskuo. Dengan kata lain, perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah justru dapat dijadikan scbagai salah satu sasaran PTK.
- Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, maka selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan di atas, iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain, dukungan dari kepala sekolah serta rekan-rekan sejawat guru, dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
(3) Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti
perlu melakukan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang
direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang
perlu ditempuh adalah :
- Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka iplementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.
- Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga.
- Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
- Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai aktor PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.
10. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Interpretasi
Atas dasar uraian di atas, adalah sangat
beralasan untuk beranggapan bahwa PTK dilakukan oleh scorang guru atas
prakarsanya sendiri, meskipun juga terbuka untuk dilakukan secara
kolaboratif. Ini berarti balwa observasi yang dilakukan oleh guru
sebagai aktor PTK tidak dapat digantikan oleh pengamat luar atau oleh
sarana perekam, betapapun canggihnya.
Dengan kata lain, penyaturagaan
implementasi tindakan dan observasi-interpretasi proses dan hasil
implementasi tindakan tersebut terjadi, tidak lebih dan tidak kurang,
karena keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam
tindakan alamiah pembelajaran.
Akhirnya Hopkins (1993) dalam bukunya
yang berjudul “A Teacher Guide to Clasroom Research”. Secara eksplisit
menandaskan bahwa paparan mengenai observasi itu ditampilkannya bukan
semata-mata dalam konteks PTK, melainkan dalam konteks pengembangan guru
dan sekolah yang lebih luas schingga juga melibatkan supervisor (dalam
hal ini, kepala sekolah dan/atau pengawas scbagai pelaksana fungsional).
(1) Pelaksanaan tindakan
Jika semua tindakan telah usai, maka
skenario tindakan perbaikan yang tclah direncanakan itu telah
dilaksanakan dalam situasi yang aktual. Kegiatan pelaksanaan tindakan
perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus PTK, dan pada saat
yang bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga dibarengi dengan
kegiatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiatan
refleksi.
Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan
kegiatan observasi-interpretasi perlu dicermati benar, sebab ha1
tersebut adalah ciri khlas dari PTK. Observasi dan interpretasi memang
lazim dalam konteks supervisi pengajaran, namun PTK bukanlah supervisi
pengajaran, meskipun mungkin saja dalam PTK ada dimensi supervisi
pengajaran.
(2) Obsevasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya
merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan
perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa bantu. Perlu
dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu
dirancang agar tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi,
namun juga tidak terscret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali
menafsirkan Interpretasi dalam pelaksanaan observasi.
(3) Diskusi balikan (review discussion)
Observasi kelas akan memberikan manfaat
apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Balikan yang
terburuk adalah yang terlalu dipusatkan kepada kekurangan dan/atau
kesalahan guru sebagai aktor tindakan perbaikan, yang diberikan secara
satu arah yaitu dari pengamat kepada guru, yang bertolak dan kesan-kesan
yang kurang didukung data, dan atau dilaksanakan terlalu lama setelah
observasi dilakukan.
Sebaliknya, diskusi balikan menjanjikan manfaat yang optimal apabila:
- Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi.
- Digelar dalam suasana yang mutually supportive dan non-threatening.
- Bertolak dari rekaman data yang dibuat olch pengamat.
- Diinterpretasikan secara bersama-sama olch aktor tindakan perbaikan dan
- Pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah digelar.
- Pembahasan mengacu kepada pencrapan sasaran serta pengembangan stategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.
Agar secara efektif dapat melakukan
pengambilan keputusan sebelum, sementara, dan setelah sesuatu program
pembelajaran dilaksanakan, guru dan juga ketika berperan sebagai
pelaksana PTK, melakukan refleksi dalam arti merenungkan secara intens
apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, serta menjajaki
alternatif-alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih dan dilaksanakan
untuk dapat mewujudkan apa yang dikehendaki.
Secara teknis, rekleksi dilakukan dengan
melakukan analisis dan sintesis, disamping induksi. Suatu proses
analitik terjadi apabila objek kajian diuraikan menjadi bagian-bagian,
serta dicermati unsure-unsurnya. Sedangkan suatu proses sintetik terjadi
apabila berbagai unsure obyek kajian yang telah diurai tersebut dapat
ditemukan kesamaan esensinya secara konseptual sehingga dapat
ditampilkan sebagai suatu kesatuan.
Dalam PTK, pengembangan kemampuan
berpikir reflektif atau kemampuan mencermati kembali secara lebih rinci
segala sesuatu yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya-baik yang
positif, maupun yang negatif-juga disebut reconnaissance. Kegiatan reconnaissance dalam
PTK, diperlukan untuk menemukan titik-titik rawan, sehingga dapat
dilanjutkan dengan mengidentifikasi serta menetapkan sasaran-sasaran
perbaikan baru, atau sekedar untuk menjelaskan kegagalan implementasi
sesuatu tindakan perbaikan.
Dengan kata lain, refleksi dalam arti
metodologik sebagaimana diuraikan di atas, merupakan upaya membuat
deduksi dan induksi silih berganti secara tepat meskipun tanpa dukungan
data yang memenuhi semua persyaratan secara tuntas. Namun sebaliknya,
kecepatan dalam menemukan gagasan-gagasan kunci yang dilandasi oleh
refleksi – secara akumulatif – menampilkan mutu kinerja yang tinggi.
Dengan kata lain, tindakan yang reflektif terbukti membuahkan berbagai
perbaikan praktis yang nyata.
(1) Analisis Data
Analisis data dalam rangka refleksi
setelah implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan
dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai
keseluruhan. Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi,
menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data
secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.
Analisis data dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Reduksi data
adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan,
dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna.
Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam
bentuk paparan naratif, refresentasi grafis, dan sebagainya. Sedangkan
menyimpulkan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang
telah terorganisasikan tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau
formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas.
(2) Refleksi
Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk
mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah
dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan
perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk
menetapkan langkah lebih lanjut, upaya mencapai tujuan PTK.
Dengan kata lain, refleksi merupakan
pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan
sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian
berbagai tujuan sementara lainnya.
Apabila dicermati, dalam proses refleksi tersebut tersebut dapat ditemukan komponen-konponen sebagai berikut.
ANALISIS PEMAKNAAN PENJELASAN PENYUSUNANKESIMPULAN IDENTIFIKASI TINDAK LANJUT
Yang kesemuanya itu dilakukan dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Meskipun diantara kelima komponen
tersebut nampak terdapat urutan yang logis, namun dalam kenyataannya
kelima komponen “terkunjungi” secara bersamaan dan bolak-balik secara
proses refleksi berlangsung.
Dengan kata lain, dengan bertolak dari
gambaran menyeluruh mengenai apa yang yang terjadi pada siklus PTK yang
baru terselesaikan, maka pelaksanaan PTK ada pada posisi untuk
menetapkan tindak lanjut. Apabila masih dipandang perlu, kembali dengan
selalu merujuk kepada kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
12. Rencana Tindak Lanjut.
Sebagaimana telah diisyaratkan hasil
analisis dan refleksi akan menentukan apakan tindakan yang telah
dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggara PTK
atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, maka dilakukan tindakan
perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya
atau, apabila perlu, dengan menyusun tindakan perbaikan yang betul-betul
baru uantuk mengatasi masalah yang ada.
Dengan kata lain, jika masalah yang
diteliti belum tuntas, atau belum memuaskan pengatasannya, maka PTK
harus dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan prosedur yang sama seperti
pada siklus ke-1, yaitu (perumusan masalah, perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan analisis-refleksi).
Apabila pada siklus ke-2 ini permasalahan
sudah terselesaikan (memuaskan), maka tidak perlu dilanjutkan dengan
siklus ke-3. Namun, jika pada siklus ke-2 masalahnya belum
terselesaikan, maka perlu dilanjutkan dengan siklus ke-3, dan
seterusnya.
Jadi, suatu siklus dalam PTK sebenarnya
tidak dapat ditentukan lebih dahulu jumlahnya. Sebab-sesuai dengan
hakikat permasalahan yang kebetulan menjadi pemicunya-ada suatu
penelitian yang cukup hanya dilakukan dalam satu siklus, karena
masalahnya dapat diselesaikan, namun ada juga yang memerlukan beberapa
siklus.
Dengan demikian, dapat dikatakan banyak
sedikitnya jumlah siklus dalam PTK itu tergantung pada terselesaikannya
masalah yang diteliti dan munculnya factor-faktor lain yang berkaitan
dengan masalah itu.
Untuk memperoleh hasil PTK yang memuaskan ada beberapa saran yang bisa dipertimbangkan yaitu :
- Jangan memilih masalah yang anda tidak dapat berbuat apapun terhadap masalah tesebut.
- Tentukan topik yang ruang lingkupnya terbatas dan tidak terlampau luas.
- Pilhlah topik-topik yang penting bagi anda dan bagi siswa anda. Pada kegiatan ini sangat perlu dilandasi dengan motivasi intrinsic sehingga akan selalu memotivasi kita untuk melanjutkan walaupun seandainya dijumpai kesulitan dalam penelitian tersebut.
- Jika diperlukan, lakukanlah kolaborasi dengan teman sejawat karena hal ini sangat bermanfaat untuk perkembangan profesional seseorang.
- Kaitkan penelitian kelas anda dengan prioritas rencana pengembangan sekolah atau fungsi sekolah anda hal ini secara tidak langsung akan bermanfaat bagi perkembangan sekolah itu sendiri.
Yang perlu dicatat bahwa penelitian
tindakan guru tidak diperlakukan sebagai obyek penelitian, melainkan
ikut serta dalam kegiatan penelitian untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses pembelajaran di kelas yang mereka bina. Dengan
kata lain guru diajak bekerja sama sebagai agen-agen pembaharu untuk
menyempurnakan proses belajar mengajar di kelas.
Penelitian tindakan merupakan suatu
jawaban dari problematika yang muncul selama ini yaitu mengapa prestasi
belajar putra-putri kita masih rendah walaupun sudah diberikan tambahan
belajar. Dengan melakukan penelitian tindakan kita akan segera
mendapatkan jawaban tentang apa yang diperlukan oleh anak didik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu,S. (1999). Penelitian Praktis Untuk Perbaikan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Guru SD
David Hopkins. (1993) A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia. Open University Press.
Elliot, J. (1982) Developing Hypothesis about Classrooms from Teachers Practical Constructs: an Account of the Work of the Ford Teaching Project. Dalam The Action Research Reader. Geelong, Victoria: Deakin University.
Kardi, Soeparman da Mohamad Nur. (2000) Pengajaran Langsung. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press
Kemmis, s. & McTaggart, R. (1983) The Action Research Planner. 3rd ed. Victoria, Australia: Deakin University.
Prabowo, (2000). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offiset
Raka Joni. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PCP PGSM Dikjen Dikti.
Soedarsono, (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen dikti BP3 GSD Yogyakarta
Suyanto. (1997). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Depdikbud
Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
0 komentar:
Posting Komentar